PERNYATAAN SIKAP TERKAIT POLEMIK PERNYATAAN “TAK PERLU AHLI GIZI”DALAM PROGRAM MBG

Kami, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dengan ini menyampaikan pernyataan sikap atas polemik publik yang muncul akibat pernyataan yang menyebut bahwa Program Makan Bergizi Gratis
(MBG) tidak membutuhkan Ahli Gizi, sebagaimana diberitakan oleh berbagai media nasional pada 18 November 2025. Pernyataan tersebut tidak hanya melukai profesi gizi, tetapi juga menunjukkan minimnya pemahaman terhadap standar keselamatan pangan, regulasi tenaga kesehatan, dan prinsip pelayanan publik berbasis kompetensi. Polemik ini memicu kebingungan, kegelisahan masyarakat, serta berpotensi menurunkan kualitas layanan gizi yang sangat vital bagi kelompok rentan. Sehubungan dengan itu, kami menyampaikan sikap resmi sebagai berikut:

  1. Menolak secara tegas segala bentuk penyederhanaan profesi gizi Pernyataan bahwa program pemenuhan gizi dapat berjalan “tanpa ahli gizi” adalah bentuk disinformasi kebijakan. Ahli gizi merupakan tenaga kesehatan yang diatur oleh UU No. 17 Tahun 2023, UU Kesehatan sebelumnya, serta berbagai Permenkes yang mensyaratkan kompetensi profesional, kualifikasi akademik, dan registrasi STR untuk menjalankan pelayanan gizi.
  2. Menyatakan bahwa program gizi tanpa keterlibatan ahli gizi adalah tindakan yang melampaui batas keselamatan publik
    Program MBG menargetkan anak usia sekolah untuk mencegah keracunan pangan, malnutrisi, dan berbagai risiko kesehatan. Menghapus atau mengabaikan peran ahli gizi berarti mengabaikan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam kesehatan masyarakat.
  3. Menyampaikan keprihatinan atas pernyataan pejabat publik yang berpotensi menyesatkan masyarakat Pernyataan tersebut merupakan blunder komunikasi publik yang dapat merusak kepercayaan terhadap program pemerintah, merendahkan profesi, dan memperburuk tata kelola kebijakan gizi nasional.
  4. Mengapresiasi klarifikasi DPR dan Persagi, tetapi menuntut langkah korektif yang lebih konkret Klarifikasi tidak menghapus dampak sosial, psikologis, dan profesional yang timbul di kalangan sarjana gizi dan dietisien. Pemulihan nama baik profesi dan pembenahan mekanisme komunikasi publik harus dilakukan secara transparan.

Pada akhirnya, polemik ini kembali mengingatkan kita bahwa kebijakan publik tidak boleh lahir dari selera pribadi, apalagi dari keberanian berspekulasi tanpa data.

Bangsa yang besar tidak dibangun oleh ucapan spontanitas pejabat, melainkan oleh ketelitian ilmiah, profesionalisme, dan hormat pada kompetensi. HMP FKM UI percaya bahwa kemajuan tidak pernah lahir dari sikap meremehkan profesi, sebab tak ada peradaban yang bertahan bila ilmu pengetahuan hanya dijadikan ornamen pidato. Untuk itulah kami teguh menyuarakan bahwa Ahli Gizi bukan pilihan estetika kebijakan, melainkan kebutuhan biologis keselamatan bangsa. Kami memahami bahwa setiap manusia bisa keliru, termasuk pejabat publik. Namun, ketika kekeliruan tersebut mengancam mutu generasi, maka diam adalah bentuk kejahatan intelektual. Karena itu, kami memilih bersuara dan bukan untuk menggurui, melainkan untuk mengingatkan bahwa kebijakan tanpa ilmu adalah sekadar keberanian, dan keberanian tanpa akal hanya melahirkan risiko.
Semoga ke depan, ruang diskusi kebijakan di negeri ini tidak lagi dipenuhi pernyataan yang “terlalu kreatif untuk dianggap aman”, dan lebih banyak diwarnai oleh kerendahan hati untuk mendengar ahli, serta kecakapan moral untuk mengakui bahwa kompetensi adalah fondasi, bukan penghalang. Kami tetap percaya bahwa bangsa ini bisa maju, asal kita mulai menempatkan ilmu pada takhta yang semestinya, dan menempatkan kesembronoan pada tempat yang seharusnya bukan di depan mikrofon kebijakan publik.

Sekian, Terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *